Beranda | Artikel
Adakah Sifat Wajib Bagi Allah?
Senin, 1 April 2019

Bersama Pemateri :
Ustadz Muhammad Nur Ihsan

Adakah Sifat Wajib Bagi Allah merupakan rekaman kajian Islam yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Syarah Aqidah Thahawiyah karya Imam Ath-Thahawi Rahimahullah. Kajian ini disampaikan pada 8 Jumadal Awwal 1440 H / 15 Januari 2019 M.

Status Program Kajian Kitab Syarah Aqidah Thahawiyah

Status program Kajian Syarah Aqidah Thahawiyah: AKTIF. Mari simak program kajian ilmiah ini di Radio Rodja 756AM dan Rodja TV setiap Jum`at pagi, pukul 06:00 - 07:30 WIB.

Download kajian sebelumnya: Bahaya Seseorang Yang Tidak Menerima Keputusan Allah dan RasulNya

Kajian Tentang Adakah Sifat Wajib Bagi Allah? – Syarah Aqidah Thahawiyah

Pembahasan kita yang terakhir yang telah dijelaskan pada pertemuan-pertemuan sebelumnya berkaitan dengan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemudian juga kenikmatan yang wajib kita yakini dan kita imani bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memuliakan orang-orang yang beriman di dalam surga kelak, yaitu melihat langsung kepada wajah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Hadits tentang hal itu Mutawatir. Maka wajib bagi kita untuk mengimaninya dan tidak mentakwilnya dengan pentakwilan-pentakwilan yang menyelisihi hakikat dari kenikmatan tersebut. Kita harus pasrah dan berserah diri kepada Allah dan RasulNya, kepada ayat-ayat dan hadits-hadits yang shahih yang menjelaskan tentang sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan juga berbagai kenikmatan-kenikmatan perihal dan ahwal pada hari kiamat yang semua hal itu tidak akan mungkin bisa diketahui dengan akal semata. Itulah agama kaum Muslimin, itulah agama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, itulah akidah mereka yang wajib kita pelajari dan kita imani serta diyakini.

Setelah itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam rangka beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mereka menetapkan dan mengimani seluruh sifat yang tertera di dalam Al-Qur’an. Dalam penetapan tersebut, mereka menjauhi tasybih (penyerupaan) sifat Allah dengan sifat makhluk. Karena barangsiapa yang mengingkari sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala atau dia menetapkan tapi menyerupakan sifat tersebut dengan sifat makhluk, maka tentu dia telah menyelisihi aqidah Ahlus Sunnah, telah keluar dari Jalan Ahlus Sunnah.

Oleh karena itu Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi Rahimahullah melanjutkan pembahasan tentang hal ini. Beliau berkata bahwa barangsiapa yang tidak menjauhi sikap menafikan dan menyerupakan, dia akan terperosok dalam kesesatan dan tidak akan benar dalam mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jadi barangsiapa yang mengingkari sifat-sifat Allah atau merupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, maka pada hakikatnya dia telah menyimpang dari jalan kebenaran, pada hakikatnya dia tidaklah mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengagungkanNya.

Maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah menetapkan sifat dan tidak menafikannya, tidak mengingkari, kemudian penetapan tersebut mereka tetapkan sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah tidak menyerupai sifat makhluk. Allah yang memiliki sifat sesuai dengan kebesaran, keagungan dan kemuliaanNya.

Semua yang ditetapkan oleh Allah, wajib kita imani, kita tetapkan. Begitu juga apa yang ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.

Ahlu Sunnah wal Jama’ah dalam prinsip aqidah mereka tentang sifat-sifat Allah yaitu mereka menafikan tapi tidak mengingkari.

Apa yang mereka nafikan?

Mereka menafikan sifat-sifat yang tercela, sifat-sifat yang mengandung makna kecacatan atau kekurangan, tapi mereka menetapkan sifat-sifat yang sempurna bagi Allah. Dan dalam penetapan tersebut, mereka tidak menyerupakannya dengan sifat makhluk. Akan tetapi mereka mengatakan, “Sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Al-Qur’an menjelaskan:

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ ﴿١١﴾

Tidak ada sesuatu yang menyerupai Allah dan Allah Subhanahu wa Ta’ala maha mendengar dan maha melihat.” (QS. Asy-Syura`[42]: 11)

Dalam ayat ini, Allah menafikan tasybih (penyerupaan) dan menetapkan sifat. Makna tasybih adalah penyerupaan, itu semua dinafikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Artinya tidak ada satupun dari sifat Allah yang menyerupai sifat makhluk dan tidak satupun dari sifat makhluk yang menyerupai Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan Allah yang maha mendengar dan maha melihat.” Berarti Allah menetapkan nama Allah السميع yang mengandung makna pendengar yang merupakan sifat Allah. Allah juga memiliki nama البصير (yang maha melihat), dan penglihatan itu merupakan sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Jadi yang singkat ini menjelaskan prinsip dasar aqidah Ahlus Sunnah didalam menetapkan sifat-sifat Allah dan menafikan tasybih (penyerupaan) sifat tersebut dengan sifat makhluk. Dan juga ayat tersebut membantah aqidah kaum Mu’attilah dan juga kaum Musyabbihah. Sekte Mu’attilah yaitu orang-orang yang mengingkari sifat-sifat Allah, kelompok yang mengingkari sifat-sifat Allah. Sedangkan kelompok Musyabbihah atau Mujassimah, mereka yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat-sifat makhluk.

“Barangsiapa yang tidak menjauhi sikap menafikan dan menyerupakan, dia akan terperosok dalam kesesatan dan tidak akan benar dalam mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Kalimat “nafi” di sini tentu menunjukkan kepada multi makna. Kalau yang dimaksud adalah mengingkari sifat-sifat yang telah tetap bagi Allah dan maknanya yang telah diketahui secara bahasa Arab, maka ini jelas adalah kebatilan semata. Adapun yang dimaksud menafikan hakikat dari sifat yang kita ketahui, artinya kita tidak mengetahui hakikat dari sifat yang ditetapkan oleh Allah untuk diriNya, maka ini tentunya benar. Karena tidak seorangpun yang mengetahui hakikat dari sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semua itu sesuai dengan kebesaran dan keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Adapun yang dimaksud “menafikan” didalam perkataan Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi ini adalah apa yang dilakukan oleh orang-orang yang mengingkari sifat-sifat Allah dari sekte-sekte yang menyelisihi Ahlus Sunnah. Mereka mengingkari sifat-sifat Allah baik secara keseluruhannya diingkari oleh mereka (Kaum Mu’attilah), termasuk dalam hal ini kaum Mu’tazilah yang mengingkari seluruh sifat-sifat Allah. Kendati dalam pemikiran mereka, mereka mengatakan bahwa Allah memiliki nama tanpa sifat. Sehingga mereka mengatakan “Allah maha mendengar tapi tanpa pendengaran” atau kata mereka, Allah maha berilmu tanpa ilmu.” Ini suatu hal yang mustahil yang tidak bisa diterima oleh akal yang sehat. Bagaimana mungkin Allah maha mendengar tapi tanpa pendengaran? Pemikiran seperti itu ada dan diyakini oleh orang-orang yang telah menyimpang dari sunnah yang dinamakan dengan kaum Jahmiyyah atau Mu’attilah, kaum Mu’tazilah.

Ada diantara mereka yang menafikan sebagian dari sifat tersebut dan menetapkan sebagian. Yaitu dari kalangan sekte Kullabiyyah, Asy-Sya’irah, Maturidiyah. Mereka mengingkari atau menetapkan sebagian sifat yang dikenal dengan sifat 7, kemudian dikembangkan menjadi sifat yang tidak lebih dari sifat 20, kemudian sifat-sifat yang lain itu ditakwil oleh mereka. Ini termasuk kedalam apa yang dijelaskan oleh Al-Imam Abu Ja’far Ath-Thahawi.

Jadi Ahlu Sunnah wal Jama’ah menetapkan seluruh sifat yang tertera dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tidak boleh diingkari, tidak boleh diselewengkan, tidak boleh ditakwil.

Simak menit ke – 15:40

Simak Penjelasan Lengkapnya dan Download MP3 Kajian Tentang Adakah Sifat Wajib Bagi Allah? – Syarah Aqidah Thahawiyah


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/46926-adakah-sifat-wajib-bagi-allah/